Pandemi Covid-19, Stay Positive dan Hidup di Batas Minimum

Nggak sekadar mecahin tantangan blog dari "Komunitas IIDN" tapi juga berbagi rasa dan kisah.


dok.freepik.com

Sudah lebih dari satu bulan, kita semua disarankan untuk tinggal di dalam rumah. Meminimalisir segala aktivitas yang biasa dilakukan di luar rumah. Bahkan masuk minggu ke dua dan ketiga bulan April ini, sudah mulai diberlakukan PSBB alias Pembatasan Sosial Berskala Besar di beberapa wilayah.

Aku yang memang sehari-harinya lebih sering berkutat di dalam rumah, termasuk nyari uang sekalipun, membuat kejadian ini nggak terlalu bikin jengah. Memang sih di sisi lain penjualan yang biasa aku lakuin juga memang merosot tajam, meskipun online. Tapi ya namanya manusia berakal, maka terus dicari jalan gimana caranya biar tetep ada pemasukan. Meski, nggak selancar biasanya...

Sementara anak bujang yang sudah duduk di kelas 8 yang lagi seneng-senengnya bergaul, mau nggak mau juga belajar di rumah. Proses belajar yang diselingi main game atau nonton film juga nggak terlalu bikin dia jenuh, keliatannya..heuhue..karena dia juga memang tipikal anak rumahan.

Yang kesian sih 2 anak perempuanku yang lagi seneng-senengnya nyari temen. Biasanya anak-anak di bawah umur 6 tahun kayak mereka kan suka dikunjungi sama temen-temennya buat main dan kali ini hampir nggak pernah. Untungnya lagi, dua kakak beradik ini kreatif, setiap hari mereka maen berdua, dan keliatannya semua tetep seru.

Tapi ya balik lagi, semua tetep kami syukuri. Apapun yang telah terjadi saat ini, adalah kehendakNYA yang tidak bisa kami tolak. Memutus penyebaran dengan diem di dalam rumah sebagai salah satu bentuk ikhtiar yang kami coba ikuti.

Kemudian, bagaimana dengan paksu alias bapake bocah-bocah..heu kalo yang ini juga tipikalnya sama..Kami memang pekerja rumahan. Sudah beberapa tahun belakangan ini, pekerjaannya sebagai penulis skenario memang di remote dari Bandung.

Jadi sekali lagi, iyes, kami orang rumahan. Tapi bukan  berarti nggak berimbas yess, karena penghasilan kami kan juga melibatkan banyak orang di luar sana...Jadi rasanya semua orang yang biasa tinggal di rumah atau bekerja di luar rumah tetep terkena imbasnya.


Hidup di Batas Minimum Membuat Beban Hidup Terasa Lebih Mudah

Hidup di batas minimum, sebenernya istilah tersebut bukan aku yang bikin. Aku pernah denger dari mulut teh Indari mastuti waktu kunjungan blogger bulan Maret lalu itu.

Ternyata ya memang apa yang sudah kita lalui itu udah ditakdirkan sama Sang Maha Pencipta. Memang berasa hikmahnya dan aku tersadar, bahwa ia bener, hidup tuh di batas minimum aja, nggak usah berlebihan. Secukupnya aja.

Ini juga yang bikin aku nggak nyetok makanan dalam jumlah banyak atau berlebih. Di satu sisi iya memang dananya juga terbatas tapi di sisi lain, buat apa siih nyetok makanan sebanyak-banyaknya. Secukupnya aja, setidaknya bisa untuk tiga atau maksimal lima harian aja rasanya cukup.

Alasan kenapa aku bilang begini adalah;

1. kita nggak pernah tau sampai kapan umur ini berlanjut. Iya kamu udah nyetok makanan segudang, detik berikutnya kamu nggak diizinin menghirup nafas, buat apa bahan makanan itu?

Iya sih, bisa buat orang lain tapi kalau ternyata makanannya rusak dan nggak layak makan, apa nggak jadi sia-sia juga? Mubadzir kan ya jadinya...

2. Kita hidup di batas minimum tanpa stok makanan yang berlebihan karena memang nggak perlu. Ini sebagai bentuk keprihatinan kamu sama orang lain juga. Kamu mengeluarkan sejumlah uang buat ngamanin perut kamu dan keluargamu. Sementara di luar sana banyak orang yang nggak bisa makan. Bahkan untuk makan hari itu aja mereka nggak tau musti gimana.

Dari pada kamu sibuk ngisi lemari atau kulkas kamu sama bahan makanan, mending kamu keluarin uangnya buat sedekah. Perkara besok, libatin aja Allah, Ia yang akan menjamin kehidupanmu.

So, ternyata hidup di batas minimum itu bisa loh, Kemaren aja aku sempet baca (ternyata emak-emak emang serba bisa koq). Biasanya bujet belanja perhari 100 ribu ternyata 100 ribu sekarang bisa dijadiin 2 atau bahkan tiga hari. Intinya di hemat, menu sederhana, kalau perlu ilangin bumbu-bumbu yang sebenernya nggak perlu-perlu amat.

Di sini nih, peran perempuan yang ditunggu-tunggu, biar gimana caranya tetep santai dalam keadaan serba kritis.

Makan itu kan intinya ada rasanya, nggak perlu jadi berlebihan rasa kek nasi padang karena memang kita dalam keadaan yang harus serba diperketat. Alah bisa karena biasa, lama-lama juga kamu suka rasa hambar atau rasa yang minim. Gitu kira-kira menyikapinya.

Kejadian ini malah bikin aku berkaca sama anak-anak, lihat mereka hebat mak, mau dikasih makanan enak, nggak enak, buah asem, nggak ada rasa asal emaknya yang kasih, mereka terima dengan senang hati. Bahkan mereka kerap bilang terimakasi sama kita.

Iya bukan berarti kita bisa asal kasih makanan, tapi lihat cara mereka bersyukur.

Kita yang notabene orang dewasa pasti so protes dan bakal dengan gampang menghempaskan makanan yang menurut kamu nggak enak. Itu karena kamu ngerasa udah tau banyak rasa, udah nyobain semua makanan, penuh pengalaman jadi seneng aja gitu bisa buang makanan. Yang padahal, makanan nggak ada rasa itu dibutuhin banget sama mereka di sana.

dok.freepik.com

Pandemi Covid-19, Banyak Mengubah Dari Nggak Bisa Jadi Bisa

Ambil hikmah dan sisi positifnya. Cieeh gampang bener ya ngomong begini. Tapi ya emang iya, hidup ini udah susah koq, ngapain sih harus dibikin tambah ruwet dengan merutuki nasib dan merutuki semua yang sudah terjadi.

Nikmati, syukuri dan mari kita pahami mengapa sih ini terjadi.

Virus Corona yang asalnya jauh dari kehidupan kita, tetiba datang menghantui semua orang bikin kita sadar. Bahwa bersih itu harus, sehat itu wajib, mikir dengan penuh kesadaran itu kudu. Akal sehat itu dibutuhin. Nggak panikan, nggak riweuh dan nyari informasi sebanyak-banyaknya biar nggak salah.

Bersih dimulai dengan rajin cuci tangan, tahu cara cuci tangan yang bener, mulai peduli dengan kebersihan tubuh, mulai lihat kebersihan lingkungan sekitar, mulai peduli sama kesehatan diri dan orang lain. Dan yang penting, ini nyambung ke self healingnya kamu.

Sebelum kamu sibuk nyari rumah sakit dan dokter, kamu bisa koq nyembuhin diri sendiri dulu. Badan dan anggota tubuh lainnya itu, kalau mau sakit pasti kasih sinyal koq. Tinggal kamu yang mau sadar atau enggak.

Simpel, kayak gini, tiba-tiba kamu ngerasa pusing. Sebelum kamu cari obat pusing, coba inget-inget kamu udah minum blom? kamu udah makan blom? Kamu udah istirahat blom?

Kalau semua udah kamu lakuin trus kamu masih ngerasa pusing, itu artinya penyakitnya bisa jadi berat. Iya kamu butuh langkah lain. Coba pijat! Kamu tahu kan kalau badan kita ini terdiri atas titik titik yang saling berhubungan satu sama lainnya.

Coba kenali tubuh kamu, kalau perlu cari tahu di mbah google, tentang cara memijat yang sederhana. Karena ternyata, pusing aja, pilek aja, sakit maag aja, bisa loh sembuh dari pijatan. Dan pijatan yang pertama bisa kamu lakukan sendiri sambil ucap doa sama Yang Maha Kuasa.


Begitu juga buat dapetin makanan enak. Selama ini mak, kalau mau makanan enak, bikin apa beli? Kalau yang punya duit pasti tereak,Beli laaah, repot amat bikin!

Coba sekarang tetiba uangmu amblas dan kamu terpaksa harus ngiket isi dompet sekuat-kuatnya, kalau perlu di lem (lebay...bingit ini ya...). Dalam keadaan terdesak, kamu mau nasi goreng, pasti kamu bakal lari ke dapur dan sebisa-bisa bikin nasi goreng yang ternyata simpel dan gampang pake kebangetan.

Bahkan roti lezat yang biasa kamu beli di B*** atau J*** yang harga satuannya 10 ribuan lebih itu, bisa kamu bikin sendiri bahkan dari jumlah uang sama bisa buat makan satu keluarga loh...Nggak usah nanya kalau rasa, karena lagi-lagi, mau bikin makanan enak itu kan butuh proses juga, rasa itu selera. Bergantung juga pada...tingkatan rasa syukurnya kamu.

Kek aku nihh...yang sebenernya nolak berat kalau suruh bikin kue apalagi roti...eeh...ternyata bisa looh. Bahkan dalam keadaan yang serba terbatas juga. Kamu bisa pikir, gimana caranya bikin roti yang lumayan tapi nggak pake timbangan dan alat yang mumpuni.

Ets...dengan bangga aku bilang, aku bisa. Ini penampakan roti yang sempet dibikin. Semuanya pake kira-kira, pake feeling doang...Jadi nggak? Jadi mak...Enak nggak? Lumayaaaaan...



Kamu bisa? Pasti bisa...

Pandemi Covid-19 tetep bikin khawatir

Namanya manusia, khawatir pasti ada.

Aku tuh khawatir sama mereka yang masih harus mengais rezeki di luar rumah. Contohnya, lek kemaren internet di rumah mati, itu artinya ada teknisi yang harus benerin dan mereka mau nggak mau harus keliling daerah yang memang kena masalah internet mati

Kemudian tukang jualan yang memang biasa keliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Mencari pelanggan yang kebanyakan memilih diem di dalam rumah. Mereka keliling seharianpun belum tentu bisa dapetin uang.

Kali lain aku liat seorang ibu yang aku yakin dia pun terpaksa mencari nafkah di luar rumah. Yang bikin sedih, dia bawa anak bayinya sambil jualan. Ngenes nggak tuh.

Sedih, iya sedih...

Tapi ya itu dia, mau gimana lagi, ini kehendakNYA koq. IA pasti punya maksud atas semua ini.

Tinggal kitanya aja nih yang jadi hambaNYA,
Mau berpikir nggak?
Mau sabar nggak?
Mau ikhlas nggak?

Yakin, sebentar lagi semua ini akan berakhir. Pandemi Covid-19 akan segera berlalu dan kita semua bisa kembali menyongsong hari dengan lebih baik. Kejadian ini biar jadi pelajaran aja buat semua manusia di bumi ini. Segera...segera kitapun akan mulai melupakan dan sibuk lagi dengan dunia kita.

Nah, ini dia, karena terlalu sibuk sama dunia, akhirnya kita lupa sama Yang Di Atas...sehingga IA kembali menghukum kita...Naudzubillah...jangan gitu-gitu lagi yuuk....


Lita Widi H
Hey! Welcome to My Blog

Related Posts

18 comments

  1. Hidup dibatas minimum jangan berlebihan. Waaaah saya suka ini, mbak��. Benar sekali unsur kemubadziran memang harus digunakan. Eman kalau bahasa jawanya

    ReplyDelete
  2. Ibu2 yang jadi stay at home mom di masa pandemi ini jadi lebih pintar2 ya. Pintar mengajarkan anak bersih2, pintar memutar otak biar bisa main terus sama anak, pintar masak, dll. Malah bagus kalau membawa dampak positif. Hihi..

    ReplyDelete
  3. Iya, aku bingung tuh sama yg nyetok di kulkas. Senyetok-nyetoknya, tetap aja rusak walaupun di lemari es. Bener, secukupnya aja. Makasih remindernya...

    ReplyDelete
  4. Kondisi pendemi ternyata berhasil menekan prilaku konsumtif.. karena orang-orang terpaksa harus berhemat

    ReplyDelete
  5. Saya juga gak nyetok makanan. Selain persediaan di lingkungan masih normal, duitnya juga gak ada kalau mau borong stok. Memang tetap harus positif pikiran biar gak panik berlebihan.

    ReplyDelete
  6. Setuju banget untuk hidup di batas minimum. Saya juga tipe yang enggak suka nyetok. Secukupnya saja. Hari esok pasti ada rezeki sendiri. Contoh sederhana, kemarin sore saya beli beras 3 kg (padahal biasanya saya beli 5-10 kg), ehh malamnya ada yg ngasih beras 2,5 kg. Sungguh, banyak hikmah dibalik pandemi ini yang saya rasakan.

    ReplyDelete
  7. bener nih mbak, mau nyetok kaya apa ya bakal rusak ya bahan makannan ya. waspada boleh jgn jadi panik buying ya. bismillah ya kita hrs bisa metik hikmahnya

    ReplyDelete
  8. Betul banget, 'bakat terpendam memasak' saya juga jadi meningkat dikit 😂
    Saya juga coba-coba bikin roti dengan resep kira2, jadi juga. Walau pun ada yg gosong juga sih 😂

    ReplyDelete
  9. Wah benar mbak hidup di atas minimum itu. Sama juga, stok makanan jangan berlebihan. Rasanya kebanyakan stok juga terasa ngga perlu, mana tahu orang lain butuh. Idem juga memang dari sananya anak rumahan. Alhamdulillah ya suami bekerja remote di rumah

    ReplyDelete
  10. Wah, barusan saya ngobrol dengan teman2 tentang hidup dalam batas minimum. Ternyata banyak hal yang sebenarnya tidak perlu yang kita miliki sekarang. Rasanya mau saya lelang atau saya kasih ke orang saja.

    ReplyDelete
  11. Memang pandemi ini beneran jadi masa evaluasi diri. Apa yang dulunya kita terlalu saat ini jadi ditahan dulu, dicukup-cukupkan..dan ternyata memmang bisa. Ada sejuta hikmah seiring tibanya wabah.

    ReplyDelete
  12. Betul Teh Lita. Banyak hikmah dari pandemi ini. Salah satunya belajar hidup cukup, nahan2 yang dirasa ga perlu. Dan ternyata bisa ya. Akupun yang tadinya jarang bisa bikin cemilan di rumah, sejak karantina jadi bisa bikin cemilan ini itu.

    ReplyDelete
  13. Hidup dalam batas minimum, sentilan untuk orang-orang yang hobi belanja berlebihan teris di stok alias simpanan. Gak taunya yang disimpan sudah ekspaired, apa ga sia-sia tuh rezeqinya. Lupa akan hal hidup selayaknya karena ingin terlihat mewah. Itu namanya pemborosan.

    ReplyDelete
  14. wkwkwkk... saya gagal fokus sm foto pare n petenya.. jd laper

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah kita para ibu makin jadi kreatif ya berkreasi di dapur. Bener deh, dulu juga bisa saja ngandalin beli di luar kalau malas masak. Sekarang tidak lagi, selain hemat masak sendiri juga makin suka bila anak-anak menyukai masakan kita:)

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.. adanya ujiam ini pasti ada hikmah dan pembelajaran yang diambil. Semoga sehat selalu dan segera normal kembali, ya mbak.

    ReplyDelete
  17. Pasti ada hikmahnya ya segala kejadian yang terjadi di muka bumi ini termasuk pandemi corona ini. Mulai dari segi lingkungan, keluarga hingga ekonomi. Semoga saja pandemi ini segera berakhir yaa

    ReplyDelete
  18. Semua memang ada hikmah
    Salah satunya harus belajar hidup seseserhana mungkin

    ReplyDelete

Post a Comment