Ketika Sistem Pendidikan Tak Berpihak

Hohohoo..berasa berat ya judulnya, seberat perasaan kecewa yang pernah hinggap sesaat di hati.
Eh, walau sesaat teteup aja bekasnya agak lama untuk dilupakan begitu saja..heu..heu..heu..

"Ni apaan siih?" tanyamu padaku
Ealaaah..sapa yang nanya siik...😁

Sebenernya ini cuma curahan hati balada seorang emak yang pernah begitu percaya diri, bahwa anaknya bisa masuk SMP Negeri, karena untuk mengikuti syarat terbarunya, yaitu sistem zonasi, sepertinya semua bakal aman-aman aja.

dok.jogja.tribunnews.com
Jadilah dengan tenang, tentram dan damai (ini mah agak lebay kayaknya yaa...), setelah hasil ujian sang anak keluar di sekitaran awal juni 2018, emak ini mantap memilih sistem zonasi ke 2 sekolah negeri, karena kalau ikut sistem yang kedua, yaitu sistem akademis, kayaknya anaknya ga bakal masuk karena nilai hasil UN nya pun ga terlalu besar.
Masih ada beberapa sistem lagi yang bisa dipilih seperti, jalur prestasi (biasa disebut japres), sktm (surat keterangan tidak mampu dan rmp (rawan melanjutkan pendidikan).
3 sistem atau jalur yang terakhir jelas bukan pilihan, kalo japres, anaknya emang blom punya prestasi apapun diluar akademisnya, sementara sktm, (maaaaaf bukannya sombong, tapi artinya si emak ga bersyukur dengan apa yang dimilikinya sampe harus ngajuin surat tersebut ke rt rw, secara tahun lalu anaknya sekolah di sekolah swasta yang nilai rupiahnya juga ga sedikit), begitu juga dengan jalur rmp.

Kembali ke cerita emak yaa...
Dan karena segitu pedenya, si emak pun sama sekali ga nyiapin sekolah swasta sebagai cadangan. Ga pernah nyiapin atau sekadar cari tahu sedikit pun informasi tentang sekolah swasta.
Malah pikirannya sudah mulai merancang ini dan dan itu, kalau si anak masuk negeri, artinya sekolah gratis ni, berarti si anak bisa mulai ikutan kursus ini dan itu buat ngelengkapin kebutuhan dan minatnya.
Belum lagi impiannya yang lain mulai bermunculan, salah satunya bisa beli gadget, menabung, liburan dan impian lebay lebay lainnya, ini karena budget buat pendidikan bisa dipastikan tidak terlalu besar.

Setelah pendaftaran sistem zonasi itu dibuka (hanya diselenggarakan selama 5 hari, dimulai dari tanggal 2 - 6 juli 2018), mulai lah emak ini kuar kuir dengan teman seperjuangan (seorang emak yang juga mau masukin anaknya ke sekolah negeri) lihat beberapa sekolah sebelum kembali memantapkan pilihan (cuma liat-liat doang sih).
Akhirnya, di hari kedua pendaftaran peserta didik baru (biasa disebut ppdb), artinya tanggal 6 juli 2018, sang emak sudah mulai daftarin si anak. keputusannya fixed SMP Negeri A dan X (jangan disebut namanya biar suasana tetep adem ayem). Pendaftaran dilakukan secara offline, semua data yang dibutuhkan seperti skhun (surat keterangan hasil ujian nasional), surat keterangan lulus, foto copy ktp kedua orang tua, foto copy kartu keluarga, disertai dengan surat bermaterai Rp.6.000,- lengkap sudah. Ga lupa, semua persyaratan di taro di dalem map, kemaren itu, map yang digunakan harus warna pink.

Pilihan sekolah yang pertama jaraknya memang agak jauh, sekitar 1800an km (KILOMETER) dan sekolah yang kedua hanya berjarak 479 meter. 
Harap baca dengan amat sangat teliti loh ya...METER...Jaraknya cuma dibawah 500 METER.
Wes lah, makin pede sih emak, kalaupun kelempar dari sekolah pertama yang jaraknya memang agak jauh, pasti banget bisa masuk ke sekolah yang kedua. Wong jaraknya cuma sekuprit gitu, nengok juga nyampe, begitu terus pikiran si emak. 

Oiya, untungnya sempet liat liat sekolah lain dulu, karena ternyata setiap sekolah punya kebijakan yang berbeda, ada yang pake map biru, hijau, kuning, pink atau merah.

Hari itu yang daftar di sekolah A banyak banget, singkat cerita, si emak pun bisa masukin data si anak dan di periksa oleh pihak sekolah yang berwenang, setelah itu map di tumpuk dengan map-map lainnya yang akan dilanjutkan ke meja panitia ppdb yang membantu menentukan jarak antara rumah dan sekolah.
Nah, proses yang satu ini agak luaamaaa karena petugasnya cuma satu, (ga kayak yang cek data yang jumlahnya agak banyak), disini petugas akan memasukkan alamat yang tertera di form pendaftaran dengan menggunakan google maps, untuk menentukan jarak koordinat dari sekolah ke rumah, sampai dibuka google satelitnya tuh biar keliatan jelas atap-atap rumahnya, setelah itu akan ditarik garis lurus ke arah sekolah.
(Sepertinya, disini yang bikin makin lama, karena setiap pendaftar keliatan banyak yang kebingungan dengan atap rumahnya sendiri..wkwkwkkw...ga tau jelas posisi rumahnya dimana, dan ternyata setelah pengumuman ppdb selesai, barulah disini si emak paham bener..nanti ada sambungan ceritanya bab ini yaak..xixixi..).

hari terus berganti...setiap saat, setiap hari, sang emak didampingi sang bapak (heu...maksutnya suaminya) mantengin terus website ppdb. (oiyaaa...lupa kasih tau, kalo data yang udah terdaftar secara offline akan diinput ke website ppdb agar bisa di pantau secara online.)
pokonya tanpa hari yang dilalui buat cek website untuk memastikan nama anaknya ada di salah satu sekolah yang dituju.
Di hari kamis (5 juli 2018), nama sang anak udah kelempar dari sekolah pertama dan langsung masuk di kolom sekolah pilihan yang kedua, sampe hari sabtu, dimana adalah hari terakhir update (katanya websitenya) jam 2 siang, nama sang anak yang asalnya ada diurutan 40an, tergeser drastis ke nomor ratusan, tapi masih termasuk aman karena ternyata kuota bangku bertambah, yang asalnya cuma 174 jadi 176 terakhir berkembang lagi jadi 204 (heu..ini juga lucu, entah kenapa bisa berubah-rubah jumlah kuota yang disediakan).

Hingga akhirnya, dihari minggu yang katanya manis, sang bapak tidak menemukan nama si anak di daftar nama sekolah itu. Awalnya sang bapak berusaha tenang dengan tidak menceritakan pada si emak, mungkin takut istrinya shock terus stress gitu ya...😜, si emak yang nanya-nanya mulu tetep aja akhirnya tahu, tahu kalau ternyata harapan dan impiannya memasukkan anaknya masuk ke smp negeri telah sirna.

Ya, dengan jarak yang hanya segitu meter ternyata ga jaminan bisa masukin anak ke sekolah terdekat sekalipun, padahaaaaaalll....(jreng..jreng..jreng..ada apaan niiiy..)

Berhubungan erat dengan penentuan koordinat di google maps itu....tetangga terdekat yang jaraknya cuma 10 rumah, satu rt, satu rw, dan terletak di ruas jalan yang sama, bisa masuk ke sekolah negeri itu, dan anehnya, jarak yang ia punya 447 meter...
whaaattss...koq bisa yoo..setelah si emak coba ngecek..entah kenapa bisa, sepertinya posisinya agak ditarik dari alamat yang tertera.

Pikir si emak sempat nakal, "aaah..coba aja kalo ga jujur, narik titik koordinatnya dari alamat yang tidak sebenarnya, pasti anaknya bisa masuk ke sekolah itu. Seandainya..."
heu..untung si emak cuma berkhayal dan bisa berpikir positif atas apa yang terjadi, dan segera disadarkan, bahwa ini memang kehendak Yang Punya Kuasa.

"Anaknya ga bisa masuk ke sekolah negeri padahal jarak antara rumah dan sekolah hanya 479m."

Cerita berlanjut saat emak nanti akan daftarin anaknya ke sekolah swasta yang tak pernah dipersiapkan itu yaakkk...biar kayak sinetron, bersambung..xixiix...belom tauk kaan siapa pemeran si emak itu...hahahahah...












Lita Widi H
Hey! Welcome to My Blog

Related Posts

Post a Comment