Tas Dora Emon. Tas berukuran besar bahkan terlihat tidak seimbang dengan tubuhku yang terbilang mungil, adalah andalan utama sejak sebelum menikah. Bagiku, tas yang isinya serba ada adalah properti wajib.
Buku, alat make up, makanan, minuman, semua akan masuk ke dalam tas besarku. Hampir semua tasku berukuran besar dan aku tidak pernah merasa berat dengan beban yang dibawa, bahkan cenderung merasa nyaman karena semua kebutuhan ada dalam satu tas.
Lucunya, tidak jarang, aku masih juga membawa tas tambahan, yang ukurannya sedikit lebih kecil, hanya untuk sekadar memisahkan benda-benda kecil lainnya. Memang enggak jarang juga, aku kesulitan mencari benda berukuran kecil seperti lipstick atau pensil alis, di dalam tas besar itu. Tapi kalau sudah suka, mau bagaimana lagi. 😅
TAPI ... itu dulu.
Seiring berjalannya waktu dan usia. Rasanya bahu ini sudah enggan meletakkan beban yang berlebihan. Cukup rasanya beban hidup saja, hahaha ...
Ya, setelah menikah, anak-anak cukup besar dan kebutuhan mereka untuk berganti pakaian berkurang, juga tak perlu menyiapkan stok makanan rumahan saat pergi ke luar rumah. Memilih tas yang jauh lebih kecil dan simpel menjadi pilihan selanjutnya.
Ini perubahan yang sebetulnya cukup drastis bagiku. Dari yang awalnya ribet, semua serba dibawa, jadi lebih praktis. Rasanya perjalanan hidupku memang sudah berada di tahap secukupnya.
Ditambah lagi kebiasaan aku yang juga tidak terlalu senang membawa uang cash. Rasanya duniaku sekarang sudah jadi jauh lebih simpel dengan membawa tas kecil. Bahkan hanya seukuran dompet, yang hanya muat dengan kartu ATM, kartu identitas, dan gawai.
Memilih Gawai yang Tepat untuk Mendukung Aktivitasku
Perubahan kebiasaan ini yang juga membuatku mengubah beberapa hal. Termasuk pilihanku terhadap gawai.
Ingatan terlempar ke puluhan tahun silam. Zaman gawai mulai booming di tanah air, sekitar awal tahun 2000-an, aku juga sempat menggunakan gawai yang ukurannya jauh lebih besar dengan gawai-gawai yang ada saat ini. Tapi dulu, kan, memang enggak ada banyak pilihan ukuran dan rata-rata memang besar, bahkan cenderung mencolok, jika disimpan di saku celana atau saat digenggam.
Tapi bagiku saat ini, memilih gawai berukuran besar, jelas sudah sangat tidak nyaman, dan ini juga yang membuatku memutuskan untuk memberikan gawai yang baru aku beli, beberapa waktu lalu, pada anak sulungku yang sudah bujang.
Gawai yang saat itu berukuran 6,43 inci rasanya agak terlalu lebar untuk digenggam. Dompet pun jadi agak sesak, jika gawai itu aku paksa masuk. Hingga akhirnya aku memilih menggunakan gawai lama yang berukuran sedikit lebih kecil, meski cenderung lebih berat dan tebal karena memang versi lama.
Memilih sebuah gawai bagi perempuan sepertiku memang membutuhkan banyak pertimbangan. Mampu memenuhi kebutuhan harian adalah wajib hukumnya.
Kegiatanku sendiri sebetulnya bisa dibilang cukup padat. Mulai dari aktivitas harian dua anak yang masih bersekolah di tingkat SD, yang tak jarang masih melakukan kegiatan PJJ (pembelajaran jarak jauh), sehingga berbagai macam tugas akan disampaikan melalui gawaiku.
Kemudian, meski seorang ibu rumah tangga, tapi aku punya beberapa pekerjaan freelance dan tak sedikit tenggat yang bisa diselesaikan dengan gawai. Alhasil, gawai memang sudah menjadi teman dekat, yang akan selalu dicari.
Belum lagi aktivitasku sebagai YouTuber. Meski masih dalam tahap belajar, tapi setidaknya sudah lebih dari 70 video yang aku buat dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini. Jujur, semua aku rekam menggunakan gawai.
Jangan tanya bagaimana perjuangan merekam video dengan gawai berukuran RAM secukupnya. Sesekali, proses perekaman harus dihentikan karena memori penuh. Alhasil, satu per satu video dipindahkan terlebih dulu ke laptop, baru mulai lagi perekaman. Bisa dibayangkan, mengambil satu video saja, bisa menghabiskan beberapa jam. Melelahkan? Iya.
Bahkan tak jarang kendala-kendala seperti ini, menyurutkan semangatku terus berkreasi. Namun kembali lagi, aku manusia dewasa, yang tidak bisa mendiamkan terus sebuah masalah begitu saja tanpa dicari jalan keluarnya. Aku yakin kamu juga begitu.
Ya, sebetulnya masalahnya sudah aku pahami. Selanjutnya tinggal dicari solusinya. Bukankah memang seharusnya begitu?
Jawabannya pun sebetulnya sudah aku temukan. Iya, memang pada gawai. Gawailah masalahnya. Untuk mendukung aktivitasku, ya, gawai yang tepat memang harus aku miliki.
Jadi, ya, aku memang sudah harus mencari gawai yang tepat. Ini yang seharusnya aku lakukan sekarang.
Menimbang. Lantas, bagaimana gawai yang sebaiknya aku miliki? Bagaimana dengan spesifikasi dan fitur-fiturnya? Kemudian cocok, enggak, sih, dengan kebutuhanku?
Ah, rasanya jawabannya itu mulai menemukan titik terangnya. Mungkin ini juga bisa menjadi solusi buatmu yang juga tengah terkendala dengan gawai. Sebelum memutuskan untuk meminangnya, yuk, kita sama-sama cari tahu dulu tentang gawai ini.
Zenfone 9 si Ringkas, Mungil, dan Serba Bisa
17 November 2022 lalu, ASUS secara resmi meluncurkan gawai terbaru dengan seri Zenfone 9. Setelah satu tahun sebelumnya Zenfone 8 turut meramaikan pasar gawai di tanah air.
Ya, Zenfone 9 ini memang penerus gawai flagship dengan desain ultra-compact. Tidak hanya itu, gawai yang juga dilengkapi dengan berbagai fitur canggih ini, sudah ultra-stylish, dan ultra-speed. Tiga kali penyebutan kata ultra-. Wah, ini pasti sesuatu yang berbeda karena ultra- sendiri artinya lebih daripada atau luar biasa. Apa saja, sih, yang menyebabkan dirinya disebut ultra-?
Ultra-Compact
Jika dibandingkan dengan pendahulunya yaitu Zenfone 8, seri ini ternyata memang lebih mini lagi. Dengan bobot yang sama di 169 gram, Zenfone 9 memiliki ukuran sebesar 146,5 x 68,1 x 9,1 mm, sedangkan Zenfone 8 berada di 148 x 68,5 x 8,9 mm, meski begitu, keduanya mengusung layar berukuran sama yaitu 5,9 inci atau sekitar 14,9 cm.
Dengan dimensi yang ultra-compact, Zenfone 9 sudah mengusung konsep flat design. Ini memang salah satu ciri yang juga terdapat pada gawai-gawai flagship. Dikutip dari techijau.com, flagship adalah produk terbaik atau produk dengan kelas paling tinggi atau sama dengan produk mahal, yang dimiliki sebuah brand.
Mahal? Hmmm ... relatif. Kalau lihat kemampuannya, harusnya enggak bisa dibilang mahal, tapi worthed.
Melihat ukurannya yang mungil, rasanya ini memang pas untuk tanganku, yang jika ditarik dari mulai ibu jari hingga kelingking hanya mencapai 18 cm saja. Itu artinya, gawai ini bisa sangat nyaman hanya dalam satu genggaman saja. Menarik! Ini sudah bisa menjadi pertimbangan yang berada di urutan pertama.
Yang menambah nilai dari si ultra-compact ini adalah, kemampuannya yang sudah mengantongi sertifikasi IP68. Buat aku yang lumayan teledor, kayaknya fitur ini penting banget, deh.
Dari sertifikasi tersebut, menandakan kalau Zenfone 9 ini, tahan terhadap debu dan air. Maksudnya percikan air, ya! bukan yang sengaja ditenggelamkan atau diajak berenang bareng. 😁 Setidaknya Zenfone 9 ini bisa tetap berfungsi dengan baik, ketika tidak dengan sengaja, gawai terjun ke dalam air dengan kedalaman 1,5 meter. Ah, tapi semoga enggak jatuh-jatuh juga, ya.
Yang pasti, kamu tahu, kan, gimana serunya kegiatan di dapur. Ini juga akan berlaku ketika aku ambil gambar untuk kontenku. Percikan air dari tanganku, dari bahan dan alat masak, kadang minyak yang nempel di body gawai ... wah, kayaknya Zenfone 9 aman, nih! Aku enggak perlu lagi terlalu khawatir dan repot menyiapkan tisu untuk segera mengelap gawai karena jari-jariku basah.
Sementara untuk bagian depan, layar Zenfone 9 ini, sudah menggunakan layar flagship yaitu AMOLED 120Hz. Di mana tingkat kecerahan maksimum pada panel layarnya mencapai 1100 nits. Alhasil, gambar juga bakal jauh lebih jernih dan tajam.
Layar juga sudah dilindungi oleh Corning®Gorilla®GlassVictus™ yang diklaim, bisa melindungi layar waktu kena benturan. Begitu juga dengan masalah goresan yang tahan dua kali lebih baik, dari versi pendahulunya.
O, iya, aku singgung sedikit tentang layar AMOLED, ya. Layar jenis ini memang masih diproduksi oleh Samsung. Active Matrix Organic Light Diode adalah kepanjangan dari AMOLED yang memang sudah digunakan pada gawai kelas menengah ke atas.
Mengusung teknologi panel OLED (organic light-emmiting diode) atau organic LED. Di mana teknologi ini memang dipakai untuk menghasilkan cahaya atau gambar dengan kualitas yang tinggi.
Perlu kamu ingat juga, kalau layar gawai itu jenisnya beragam. Untuk kelas midrange dan flagship memang hampir semua menggunakan AMOLED atau Super AMOLED. Sementara untuk gawai yang berada di bawah itu, biasanya masih menggunakan layar dengan teknologi yang juga ada di bawahnya, misalnya, LCD, TFT LCD, atau TN-TFT.
Ada juga gawai dengan layar IPS LCD yang sudah jauh lagi lebih baik dari layar TFT LCD. Berikutnya gawai dengan layar PLS TFT yang mirip dengan IPS LCD. Kemudian gawai dengan layar OLED, yang ternyata mengonsumi daya jauh lebih besar, terlebih ketika menampilkan cahaya yang lebih terang.
Nah, AMOLED ini, yang juga digunakan oleh Zenfone 9. Dipercaya enggak ngambil daya dengan besar, tapi memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi. Sebetulnya masih ada jenis layar lainnya yang berada di atas AMOLED, yaitu Super AMOLED, Dynamic AMOLED, juga Retina Display, sampai dengan E4 Dynamic AMOLED.
Dari layar AMOLED saja, sebetulnya kita sudah bisa memastikan bahwa gawai di kelas ini, memang harganya pasti beda. Enggak mungkin kan, beli wagyu sama harganya dengan ayam. Rasa, sudah pasti beda. 😊
Awalnya aku juga sempat enggak begitu peduli dengan jenis layar apa yang tersemat di sebuah gawai. Beli main asal beli. Tapi begitu tahu kelebihannya, sekarang ini benar-benar harus jadi perhitungan.
Gimana enggak, aku banyak menghabiskan waktu dengan gawai. Kalau salah pilih jenis layar, yang ada mata jadi lebih gampang capek. Apalagi warna yang dihasilkan layar AMOLED bakal tetap bagus, meski layar dalam keadaan cerah, bahkan redup sekali pun.
Salah satu kelebihan lainnya dari layar AMOLED lainnya, ya, ini. Gawai akan jadi lebih tipis karena memang layar AMOLED ini diklaim punya layer plastik organik yang ketebalannya cuma berkisar antara 100 sampai 500 nanometer saja. Tipis!
Ultra-Stylish
Setelah ultra-compact. Kemudian yang membuat Zenfone 9 menjadi begitu sangat bergaya a.k.a. stylish adalah adanya fitur ZenTouch dengan Finger Print Sensor. Aku cuma perlu menggunakan ibu jari untuk membuka layar di sensor yang letaknya ditombol daya sebelah kanan gawai.
Dengan fitur ZenTouch, akan makin memudahkan ibu jariku untuk melakukan banyak hal, seperti menggeser ke atas atau bawah. Refresh halaman web, buka notifikasi, dan banyak lagi. Jadi enggak salah karena bisa maksimal dengan satu ibu jari saja, gawai ini melabeli dirinya dengan one-handed to the max.
Berikutnya, kalau sudah nyaman digenggam, kemudian mudah digunakan karena memiliki ZenTouch. Aku juga harus tahu berapa besar kapasitas memori atau biasa disebut RAM yang dimiliki gawai yang disediakan dalam empat pilihan warna ini.
RAM (Random Access Memory) yang terdapat pada gawai berbeda dengan komputer atau laptop. Di mana RAM gawai, tidak bisa di-upgrade dan sudah sesuai dengan spesifikasi yang diberikan oleh produsen. Artinya aku harus memilih gawai dengan RAM besar.
Jika sebelumnya aku sudah mulai tak puas dengan gawai dengan RAM 4 GB saja, sekarang aku harus memilih gawai dengan RAM lebih besar. Zenfone 9 ini memiliki tiga pilihan RAM yang di atas 4 GB, yaitu: 6, 8, dan 16 GB.
Kemudian bagaimana dengan ROM-nya?
Pastinya dengan RAM besar, ROM pun harus besar. Di mana ROM (Read Only Memory) akan menyimpan data secara permanen, dan fail yang tersimpan tidak bisa dihapus layaknya pada RAM. ROM dari Zenfone 9 ini adalah 128 GB dan 256 GB.
Jadi pilihan pada RAM/ROM Zenfone 9 ada pada, 6/128 GB, 8/256 GB dan 16/256 GB. Ugh, pilihan yang berat. Mana yang paling pas untukku, ya? Pastinya yang paling besar, agar tidak perlu memindahkan video-video atau foto yang menjadi bagian dari kontenku dan anti lemot, juga lag.
Gemasnya lagi, Starry Blue sudah mencuri perhatian sejak melihatnya. Ini pasti jadi pilihanku sebagai penggemar warna sejuk. Meski begitu, sempat tertarik juga dengan warna Sunset Red yang ajib. Sementara untuk kamu yang suka dengan hal-hal klasik, sepertinya Moonlight White atau Midnight Black, bisa jadi pilihan. Ah, Starry Blue sudah menari-menari dalam benakku.
Ultra-Speed
Nah, ini bagian ketiga yang diusung Zenfone 9, ultra-speed. Awalnya, bagiku mungkin ini bisa jadi pertimbangan yang kesekian, tapi ternyata tidak. Ternyata kecepatan sebuah gawai pun membuat aku makin melek dan bisa banget bantu pekerjaan menjadi lebih cepat selesai.
Kupas sedikit tentang ultra-speed Zenfone 9, yuk. Biar kamu juga enggak penasaran.
Zenfone 9 ternyata sudah menggunakan prosesor flagship paling anyar, yaitu snapdragon ® 8+ Gen 1. Eh, apaan tuh? Jadi ini adalah prosesor terbaru yang dikeluarkan oleh Qualcomm, menjelang akhir tahun 2021 lalu dan kinerja CPU-nya jauh lebih cepat 15%, dibandingkan pendahulunya.
Selain itu, gawai ini juga diklaim bisa bekerja 50% lebih cepat saat proses rendering grafis. Uh, agak awam memang jelasin yang satu ini, tapi setidaknya aku tahu, kalau prosesor yang dipakai memang yang paling baru. Rasanya sampai sini, sudah cukup bagiku.
Nah, yang wajib dipikirkan berikutnya, selain ngebut kerjanya adalah baterai. Ini pasti harus menunjang kinerja prosesornya biar enggak cepat panas juga. Zenfone 9 sendiri sudah menggunakan baterai 4.300 mAh dengan hyper-charge sebesar 30 watt. Wow, enggak perlu waktu lama untuk isi daya gawai ini, dong.
Kamera
Buatku rasanya cukup obral kata ultra- di atas. Sudah bikin tambah gerah! Berikutnya yang harus aku pertimbangkan ketika memutuskan untuk membeli sebuah gawai adalah kamera.
Yes, kamera di sebuah gawai saat ini memang menjadi kebutuhan utama. Bahkan tidak jarang menjadi alasan yang paling super wajib ketika membeli sebuah gawai. Ini juga kebutuhan utama aku, yang memang masih membuat konten dengan gawai.
Intinya sih, selain praktis. Kamera di gawai, memudahkan kita untuk proses edit. Apalagi kalau cuma mau di-upload di media sosial dan enggak perlu proses editing yang kompleks banget.
Hiks, aku beneran gemas sama kamera yang ditanam di Zenfone 9 ini. Kamu juga sepertinya akan ngiler, sih! Gimana enggak, si ultra-compact ini sudah punya sistem teknologi kamera terbaru, yaitu 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilization, yang bisa merekam video dengan tingkat kestabilan yang tinggi.
Enggak cuma itu, teknologi ini memungkinkan guncangan yang terjadi saat ambil gambar dengan satu tangan, jadi lebih seimbang dan bebas blur. Ih, bebas gerak, jadinya, ya! Tapi hasil video tetap smooth. Mantap.
Resolusi kamera utama Zenfone 9 sendiri sudah 50MP dengan menggunakan sensor flagship dari Sony IMX766, yang memungkinkan kita tetap bisa ambil gambar dengan baik, meski ada di tempat gelap. Kamera juga mampu merekam video 8K dengan kecepatan 24fps.
Video dengan resolusi 8K adalah versi yang tertinggi saat ini. Istilah 8K sendiri mengacu pada resolusi horizontal, yang berada di 8.000 piksel, dan bisa membentuk dimensi gambar dengan total 7680 x 4340.
Sementara untuk kamera kedua yang juga tersemat di bagian belakang body Zenfone 9 ini, sudah memiliki lensa ultra-wide dengan resolusi 12MP. Kemampuannya adalah bisa merekam video 4K dengan kecepatan 60fps. Sementara untuk merekam gambar makro bisa fokus sampai jarak 4 cm.
Bentuk kamera dari Zenfone 9 ini, sepertinya memang masih sama dengan seri sebelumnya. Tapi buatku ini terlihat tetap menarik. Dua bulatan berukuran cukup besar di belakang body gawai, terlihat begitu mewah.
Kemudian kamera selfie-nya bagaimana? Wah, penting banget ini buat aku yang kadang memang harus ambil gambar sendiri, kalau suamiku enggak bisa bantu untuk rekam konten yang mau dibuat. Kamera depan Zenfone 9 dalam bentuk punch hole ini ternyata sudah pakai sensor Sony IMX663 dengan kemampuan merekam video 4K dengan kecepatan 30fps. Bisa juga dipilih kualitas FHD dengan kecepatan 60fps.
Enggak cuma itu, masih ada fitur pelengkap yang ditanamkan di dalam kamera Zenfone 9 ini, yaitu mode yang paling baru Light Trail Mode. Dengan fitur ini memungkinkan kita mengambil gambar atau video dengan sangat baik, dalam kondisi apa pun. Sementara fitur lainnya, masih ada, seperti Night Mode, Pro, Panorama, Slow Motion, sampai Timelapse Modes.
Melihat sebegitu detail fitur dan spesifikasi yang sudah aku pelajari, sepertinya Zenfone 9 memang enggak boleh dilewati. Karena selain ultra-compact, tipis, nyaman digenggam, yakin banget, ini gawai bisa bantu aku makin percaya diri.
Enggak bakal malu-maluin lagi bikin video dengan kamera dari gawai karena, bisa menghasilkan gambar yang terbaik. Plus, enggak bakal bikin aku kerepotan karena harus selalu memindahkan fail-fail karena memori gawai gampang penuh.
Udah paling benar, deh, pilihan kali ini. Sejuta kemungkinan bisa tercipta karena kecanggihannya. No more big size for me. Ultra-compact, ultra-yes.
O,iya, sebagai pamungkas dari tulisan ini, aku bisikin kisaran harganya, ya!
Jadi harga Zenfone 9 ini, mulai dipasarkan dari harga Rp 7.999.000, Rp 9.999.000, dan Rp 11.999.000. Perbedaannya ada pada pilihan RAM/ROM-nya, ya!
Sementara untuk kamu yang emang sudah enggak tahan pengin jadi salah satu penikmat gawai ASUS ini juga, bisa banget, lo, beli di partner dan channel resmi tempat pembelian produk ASUS, seperti di ASUS Exclusive Store, ASUS Online Store, atau di Erafone, juga Tokopedia. Mau gampang? klik ini saja, di sini.
Done. akhirnya pencarianku akan gawai sudah selesai. Masalahku selesai dan semoga masalahmu pun, terselesaikan.
Artikel ini diikutsertakan dalam ASUS Zenfone 9 Blog Writing Competition di Blog Widyanti Yuliandari.
Sumber:
https://techijau.com/flagship-adalah/
https://www.asus.com/id/mobile/phones/zenfone/zenfone-9/
https://katadata.co.id/
Post a Comment
Post a Comment