We'll Be Back Yogyakarta



Yogyakarta, kota dengan sejuta kenangan dan ke sana kami akan segera kembali. 

23 Maret 2024, 

Banyak sudah yang kita lalui setiap harinya, entah cerita sedih, menyenangkan, yang membuat tertawa, bahagia, dan semua rasa lainnya. Jadi bayangkan, gimana kalau dalam satu tahun, berapa ribu cerita menarik dalam kehidupan kita. 

Saking cepatnya waktu berlalu, banyak juga cerita yang nggak tersampaikan. Sampai akhirnya, aku pun kembali membuka draf dan menemukan tulisan yang belum selesai ditulis, bahkan ceritanya saja sudah hampir terlupakan. 

Begitu disayangkan kalau nggak lanjut diceritakan, tapi aku coba kembali rangkai ingatan-ingatan itu karena aku tahu, kelak pengalaman ini akan menjadi cerita yang bisa mengembalikan memori, terutama kala anak-anak atau aku beranjak menua atau mungkin, pengalaman aku ini bisa dijadikan inspirasi buatmu. 

Ah, sudahlah, apa pun manfaatnya itu, aku kembali mencoba melayangkan ingatan dulu ke kisah yang hampir satu tahun dilalui ...

4 Juli 2023, 

Hari Selasa itu, anak-anak masih dalam rangka liburan sekolah. Jauh-jauh hari aku dan suami sudah merencanakan untuk pergi liburan mengajak anak-anak ke kota Yogyakarta. Sebelumnya, sih, sempat memilih Bali sebagai kota tujuan, tapi dengan berbagai alasan, akhirnya kami memutuskan Yogya sebagai destinasi liburan kali ini. 

Liburan yang menghabiskan waktu 4 malam 3 hari ini merupakan perjalanan wisata yang belum pernah aku lakukan bersama ketiga anakku. Iya, banyak banget alesannya. Alhamdulillahnya, dikasih kesempatan itu sekarang. 

Kal baru selesai PKL dan naik kelas 12, Lav naik ke kelas 3, dan Xay naik ke kelas 2. Mereka sudah cukup besar untuk bisa diajak pelesir berhari-hari. Malahan, menurut kedua anak perempuanku, liburannya nggak berasa, masih kurang sepertinya, hahaha...

Trus, gimana perjalanannya? Seru pastinya, meski secara itinerary yang dibuat tidak sesuai, tapi setidaknya liburan bersama keluarga itu memang menyenangkan. 

Dimulai dari naik kereta api di Stasiun Bandung jam 06.55 WIB dan tiba di Stasiun Tugu, Yogyakarta jam 13.55 WIB. O, iya, kami pesan kereta sekitar dua minggu sebelumnya melalui aplikasi online KAI. 

Sebelumnya kami sempat kesulitan memesan tiket via aplikasi KAI, sampai akhirnya suami mengajakku untuk memesan langsung di stasiun. Tapi ternyata, kita juga enggak bisa pesan secara offline di sana. 

Jadi, meski sudah berada di depan customer service, kami masih harus menggunakan ponsel sendiri untuk order tiket. Proses order tiket KAI sendiri sebetulnya agak kurang praktis dan cenderung ribet. Untuk memudahkanmu, aku coba berbagi, ya!

Cara Order Tiket Kereta di Aplikasi KAI

1. Daftarkan diri setelah mengunduh aplikasi KAI di Google Play Store di ponsel. 

2. Di Beranda, kamu memilih KA Antar Kota atau KA Lokal. Kemudian:

- Tentukan kota asal dan tujuan.

- Tentukan tanggal keberangkatan (dan tanggal kembali kalau kamu ingin memesan tiket pulang pergi). 

- Tentukan jumlah penumpang. 

- Cari.

Sampai di sini, aplikasi akan mencarikan kereta yang sesuai dengan pencarianmu. Kamu bisa memilih jenis kereta dan jam yang tepat. Setelah mengisi data, baca kembali dengan saksama sebelumnya kamu memutuskan untuk melakukan pembayaran. 

Pembayaran selesai, kamu bisa dapetin e-boarding pass-nya. 

Sekadar tips dari aku:

Pilih tiket Pulang pergi 

Kalau kamu sudah menentukan pergi dan pulang tanggal berapa, baiknya langsung memesan tiket di tanggal tersebut, ya.  

Perjalanan ke Yogya pada tanggal 4 Juli 2023 kemarin, aku sudah langsung memesan tiket untuk pulang ke Bandung. Tujuannya, sih, supaya lebih tenang aja, nggak repot-repot cari tiket sebelum pulang, juga untuk menghindari kehabisan tempat duduk. Secara, kami kan perginya rombongan, kalau duduk terpisah karena gerbong kereta penuh, rasanya pasti jadi nggak nyaman, kan. 

Siapkan Data Penumpang Terlebih Dahulu

Seperti yang aku singgung di atas, kalau pesan tiket via aplikasi itu agak ribet apalagi kalau jumlah penumpang lebih dari lima orang, bahkan lebih banyak lagi. Untuk menghemat waktu (yang biasanya akan habis saat memilih kursi), siapkan seluruh data penumpang terlebih dahulu. 

Data penumpang yang diminta KAI adalah nama lengkap, NIK atau paspor. Setelah memasukkan data, baru lakukan order tiket. Catatan penting lagi, order tiket di aplikasi waktunya cepet banget, jadi baiknya kamu juga udah catat kereta apa yang akan digunakan, duduk di sebelah mana, pergi dan pulang jam berapa (kalau mau pulang pergi), jadi pas order tiket, tinggal klak klik...klak..klik...dan cepat selesai. 

Cara Memilih Kursi di Kereta agar Tidak Berjalan Mundur

Kamu pernah nggak naik atau melihat mereka yang naik kereta tapi duduknya mundur? Wih, pusing nggak, ya, kalau berjam-jam jalan mundur? (Aman kalau nggak lihat pemandangan ke luar jendela, kayaknya). Beruntungnya kami enggak dapat kursi mundur ini karena sebelumnya juga sudah cari tahu lebih dulu, supaya nggak salah pesan kursi.

Kemarin, kami memilih menggunakan kereta ekonomi yang sebenarnya nggak jelek-jelek amat. Bedanya cuma kursi dan harga tentunya, hahaha...

Kalau di kereta eksekutif, kursi lebih empuk dan jarak dengan penumpang di belakangnya sedikit lebih luas. Jadi, kalau kursi distel agak mundur, nggak akan menganggu penumpang belakang. Sementara di kereta ekonomi memang cenderung sempit dan kursi agak kaku. 

Kalau di kereta eksekutif, kamu juga bisa meletakkan kaki kamu di injakkan kaki yang berada di depanmu, lain halnya dengan kereta ekonomi yang memang nggak ada injakkan kaki. 

Harga? Jelas beda laaah.... kurang lebih sekitar 100 - 150 ribuan lah perbedaannya. Lumayan, kan, selisihnya bisa dipakai buat jajan. 

Perbedaan lainnya, di gerbong kereta ekonomi ini kursi akan dibagi jadi dua bagian. Tepat di bagian tengah gerbong, yaitu nomor 10 dan 11 (baik 10a, 10b, 10c, 10d atau 11a, 11b, 11c, dan 11d). Bagian ini juga yang kursinya bisa diputar jadi berhadapan. 

Kalau pergi dengan anak-anak yang jumlahnya agak banyak, bisa memilih kursi ini. Dan ini yang wajib jadi catatan lain buat kamu, kalau mau pergi menggunakan kereta ekonomi. 

Jadi, kalau tujuanmu adalah ke arah timur (contoh, aku pergi dari Bandung menuju Yogya, ini artinya aku dari barat menuju ke timur) pilih kursi dengan nomor besar. Ya, pilihannya bisa dimulai dari bagian tengah, yaitu nomor 11, 12, 13, dan seterusnya. 

Sementara itu sebaliknya, saat kamu pergi ke arah barat (contoh, aku kembali dari Yogya menuju Bandung, artinya dari timur menuju barat), harus memilih nomor kecil. Pilih kursi dengan nomor kecil, mulai dari 1 sampai 10. 

Dengan memilih kursi-kursi itu, dijamin kamu nggak akan melakukan perjalanan dalam keadaan mundur. Ingat! ini karena kursi di kereta ekonomi tidak bisa diputar seperti di kereta eksekutif. 

Eh, ini cerita liburannya mana, sik? Wkwkwk, tenang kakak, perjalanan kita masih jauh karena setelah turun dari kereta, kami nggak langsung keliling Yogya, tapi check-in dulu ke hotel. 


Check-In di Hotel Tjokro Style

Bukan tanpa sebab kenapa kami akhirnya memutuskan untuk menginap di hotel yang berada di Jl. Menteri Supeno ini. 

Yang pertama karena saat memesan kamar, harga sedang diskon. (kami memesan melalui Agoda). 

Yang kedua, Tjokro Style tipe hotel dengan desain modern yang pastinya nyaman untuk semua anggota keluarga. 

Yang ketiga, di hotel ini juga sudah tersedia kolam renang. 

Yang keempat, di sekitar lokasi hotel terdapat sejumlah fasilitas lain, seperti, mini market, rumah makan, dan berada dekat dengan halte trans bus. 

Karena kami berlima (harusnya berenam, tapi keponakanku batal pergi karena tiba-tiba sakit), jadi memesan dua kamar yang memiliki fasilitas connecting door. Untuk jenis kasur, biasanya disesuaikan dengan ketersediaan kamar di hotel. 

Selama kami berada di Yogya, memang lebih banyak menggunakan kendaraan umum, seperti trans bus Yogya dan taksi online. Tapi, saat perjalanan ke pantai yang berada di Gunung Kidul, kami memutuskan untuk menyewa mobil per 12 jam (awalnya mau sewa motor, untung batal karena bermain di pantai ternyata melelahkan). 

Itinerary Day 1 (18.00 - 20.30 WIB)

Setelah check-in, salat Margib, dan istirahat sebentar, kami memutuskan untuk menuju ke Malioboro. Sebetulnya kalau sesuai dengan itinerary, malam itu kami harusnya masuk ke Museum Sonobudoyo. Tapi kami batalkan setelah melihat anak-anak kelelahan sehabis makan dan berjalan-jalan di Malioboro. 

Untuk mencapai Malioboro dari jalan Menteri Supeno, kami memilih menggunakan trans bus (nomor 2A). Ongkos yang harus dibayar, jelas murah. Rp3600  per orang (hari berikutnya kami baru tahu ternyata harga trans bus di Yogya cuma Rp2700 dan pelajar Rp2000 saja). Turun di Taman Pintar dan berjalan sedikit ke arah Titik Nol Yogyakarta. 

Sampai di Malioboro, kami harus segera mencari makan. Karena selepas turun dari kereta, kami belum makan siang. Saat itu, hari menjelang Maghrib dan kami makan di Gudeg Yu Djum yang terletak di Jl. Dagen, tidak jauh dari Titik Nol Yogyakarta atau sekitar 400 m. 

Agak antri memang untuk mendapatkan kenikmatan makan di tempat legend ini. Belum lagi, telur yang kami idamkan habis. Alhasil, cuma kebagian sayap dan kepala. Untungnya, sih, gudeg sama kreceknya, masih ada. Jadi, amanlah ...

Setelah makan, anak-anak gadisku tertaik untuk masuk ke toko souvenir yang sebetulnya di Bandung juga banyak. Masuk beberapa saat ke toko itu dan membeli beberapa barang, mataku langsung tertuju pada Lumpia Samijaya yang sudah diincar dan masuk daftar belanjaku sebelum pergi. 

Tiga lumpia Samijaya aku pesan. Satu lumpia telur yang harganya Rp7000 dan lumpia ayam seharga Rp6000. Karena masih kenyang, aku nggak langsung makan lumpia yang masih panas itu. 

Lumpia ini baru aku makan keesokan paginya, lo. Uh, nyesel cuma beli tiga dan dimakan dalam dingin. Karena apa? Karena enak banget. Seenak itu, ya, ampun, beneran enaknya. Apalagi sebelum dimakan, saus bawang putihnya disiram ke atas lumpia. Duh, enak sekali. 

Enggak perlu gigit rawit lagi karena rasa pedas dari saus bawang putihnya bikin kamu bakal ketagihan. Beneran nggak nyesel beli lumpia Samijaya ini. Kalau lihat di Google Maps, ada beberapa titik yang menjual lumpia Samijaya ini, tapi aku kebetulan memilih yang berada di depan gang (fotonya lupa ada di mana) Semoga saat kamu ke Yogya pun ingat lumpia ini dan mencobanya. 

Malam itu, kami segera tidur dan karena masih merasa lelah, rasanya tidur kami pun nyenyak ditambah lagi dinginnya AC kamar yang membuat istirahat jadi lebih nyaman. 

Itinerary Day 2 (08.00 - 20.30 WIB)

Hari kedua, kami memutuskan untuk pergi ke tempat makan yang viral di Sleman, namanya Kopi Klotok. Pagi itu, selesai sarapan, kami kembali menggunakan trans bus yang titik tunggunya tepat ada di samping kiri depan hotel. (enak banget kaaaan ....). 

Seingatku trans bus yang digunakan dua kali, kami transit dan pindah ke trans bus tujuan Sleman. Hampir ujung trans bus, bahkan penumpang hanya tinggal hitungan jari saja, kami pun tiba di Kopi Klotok. 

Dari pinggir jalan, kami cukup berjalan sekitar 100 meter untuk sampai di lokasi. Setibanya di sana, kurang lebih sekitar pukul 9 atau 10, antrean sudah mulai terlihat tapi tidak mengular dan panjang banget sepertinya yang aku lihat di media sosial. Antreannya masih masuk di akal. 

O, iya, aku juga janjian ketemu teman yang memang tinggal di sekitaran Sleman juga, namanya Hastin Pratiwi yang datang bersama anak gadis semata wayangnya. Rupanya ia sudah ada di sana dan sudah  dapat tempat duduk. 

Di Kopi Klotok ini, kita memang nggak bisa ambil tempat dulu baru beli makanan. Disarankan, kita beli makan dulu, baru cari tempat duduk. Tempat makan ini luas kok, jadi sepertinya nggak akan kehabisan tempat duduk juga. Apa karena waktu itu kami datang di waktu yang tepat jadi nggak terlalu penuh. 

Menu Kopi Klotok sendiri sebetulnya sederhana dan yang paling dijagokan tentu saja sayur lodeh dan telur dadarnya yang super garing. Ada tiga jenis sayur lodeh yang bisa kamu pilih. Jangan lupa, ambil sambelnya juga ...biar makan tambah seru.

Antrean untuk mengambil makan dan minum beda, jadi baiknya memang kalau datangnya berkelompok, bisa berbagi tugas. 

Menu the best Kopi Klotok lainnya yang enggak boleh banget kamu lewatin adalah pisang goreng. Ini emang juara bangeet... 

Menariknya, untuk order pisang goreng dan jadah goreng juga dibatasi. Tujuannya biar makanan yang kita pesan habis. Kalau kurang boleh beli lagi. Ini bener banget, sih. Pasti karena banyak pengunjung yang nggak meghabiskan pesanannya sehingga akhirnya terbuang percuma, sayang banget, kan.

Tempat order pisang dan jadah goreng beda lagi, letaknya ada di ujung paling kiri bangunan. Antre? pasti dooong ...

Jangan lupa, abis pesan makanan dan minuman bayar dulu, biar nggak lupa. Soalnya, aku juga lihat di halaman, ada semacam peringatan yang ditempel di batang pohon (Tulisannya kurang lebih seperti ini: perlihatkan bon sebelum meninggalkan parkir). 

Xixixi..ini pasti enggak sedikit orang yang lupa bayar padahal makanannya udah masuk perut. Wah bahaya, yah! jangan sampai merugikan orang lain. Sudah dapat makanan enak, pemandangan yang menyenangkan (karena Kopi Klotok ini dikelilingi oleh sawah) ... eh, lupa bayar... apalagi kalau sengaja. 

Perjalanan dari Kopi Klotok kembali ke kota memang lumayan menyita waktu. Tadinya, kami berencana untuk berkunjung ke destinasi lain, tapi apa daya, anak-anak juga udah tampak kelelahan. Alhasil, kami kembali ke hotel meski masih sore. 

Tapiiii...sebelum kembali ke hotel, kami sengaja untuk mencari tempat sewa mobil dulu, tujuannya buat pergi di hari ketiga. Akan ke manakah kami?

Lanjuuuuut baca Kakaaaaak....

Sebelum hari ketiga datang, malam itu, selepas beristirahat dari perjalanan ke Kopi Klotok, kemudian mencari sewa kendaraan, kami keluar mencari makan malam di alun-alun Yogyakarta. 

Ada apa aja di sana? wuiih...ramai doong, jangan lupa, naik kereta hias daaan siap-siap gowes keliling alun-alun. Suasana berasa romantis karena malam itu tiba-tiba rintik-rintik...hujan menemani kami selama beberapa jam di alun-alun sampai akhirnya kami memutuskan untuk makan di Plengkung Gading, selesai makan, kami pun kembali ke hotel. 


Itinerary Day 3

Di hari ketiga, usai sarapan, sekitar jam 08.00 kami sudah siap pergi ke destinasi wisata di Yogya selanjutnya dengan menggunakan mobil sewaan yang juga sudah ready di depan hotel. 

Hari itu, kami mau menuju pantai. Perjalanan yang ditempuh lumayan juga, hampir dua jam. 
Waktu itu, kami berencana untuk memilih pantai Sadranan, tapi ternyata untuk sampai di sana, melalui jalur yang sama untuk sampai di pantai-pantai lainnya, yang memang saling terhubung.

Untuk benar-benar sampai ke pantai setelah membayar tiket masuk pun, masih lumayan jauh. Sejauh ingatanku untuk masuk ke lokasi wisata beberapa pantai ini, masing-masing orang dikenai tarif Rp10.000/orang. 

Nah, enaknya lagi karena Bapak sopirnya paham, jadi dia bisa nego sama yang jaga tempat tiket, bilang kalau dia cuma sopir dan orang Yogya, sementara di dalam mobil, yang dihitung dewasa hanya 3, (aku, suami, dan anak bujangku), sementara 2 anak krucil nggak dihitung dan parkir mobil kena Rp5000. 

Begitu sampai di pantai, kami berganti pakaian renang di toilet-toilet yang tersedia di sana. Cukup bayar seikhlasnya, ya. 

Niatnya pada pengin rada maen agak jauh dari bibir pantai, tapi sayang beribu sayang, cuaca tidak mendukung. Angin kencang. Ombak juga gede-gede banget. Ternyata, menurut para penjaga pantai yang biasanya juga melayani snorkling dan kegiatan pantai lainnya, sudah satu minggu cuaca tidak bersahabat. 

Ya, apa mau dikata. Jadilah kami cuma main-main pasir, foto-foto, dan sesekali ketika ombak sudah terlihat tidak terlalu besar, kami bermain-main sebentar. 

Kayak yang udah aku singgung di atas, pantai-pantai ini berhubungan satu sama lainnya, jadi kalau kamu berhenti, parkir mobil di Pantai Sadranan, misalnya, kamu bisa sekaligus menjelajahi pantai lainnya, seperti Pantai Slili, Pantai Krakal, Pantai Drini, dan masih banyak lagi. 

Sekitar jam 16.00 kami memutuskan untuk beranjak meninggalkan pantai, setelah membersihkan diri dengan mandi, berganti pakaian, dan makan. Nggak lupa juga, beberapa camilan khas pantai kami beli, seperti udang goreng, kepiting goreng, dan ikan kecil goreng. 

Maghrib, kami sudah hampir sampai di kota, sebelumnya kami memutuskan untuk makan dulu, nih. Sekalian makan malam. Soalnya, kalau sudah masuk kamar hotel, pasti malas untuk pergi ke luar lagi. 

Jadi, kami memutuskan untuk makan sate klatak yang juga makanan khas Yogyakarta. Tapi aku lupa, nama tempat makannya apa...duuh...hampir  setahun lalu soalnya. Musti buka Google Photos dulu...nanti aku update kalau udah ketemu fotonya. 

Sate klatak itu sate dari daging kambing yang potongannya lumayan besar dan ditusuk dengan tusukan dari besi, bukan dari bambu. Sehabis makan, pulanglah kami ke hotel. 

Jadi, Itinerary ketiga..full...maennya ke pantai karena jaraknya jauh jadi nggak bisa maen ke tempat lain. Sebetulnya, sempat kami berencana untuk pindah hotel di hari ketiga ini, ke hotel yang lokasinya lebih dekat ke pantai. Tapi untung kami batalkan karena di hari terakhir, kan, kami harus balik lagi ke kota biar lebih dekat ke stasiun kereta. 

The Last Day in Yogyakarta


Kereta pulang ke Bandung kami pilih malam hari, jadwal yang paling terakhir. Tujuannya cuma satu, begitu sampai ke Bandung bisa pagi hari dan nggak repot cari kendaraan untuk sampai ke rumah. 

Nggak kebayang juga, sih, sampai di Bandung masih dalam keadaan gelap..wkwkkw...

Jadi, sebelum kami pulang malam hari itu, selepas check out dari hotel sekitar pukul 10.00, kami langsung menuju stasiun. Niatnya mau menitipkan tas di loker stasiun, tapi ternyata...biaya sewanya ngegetok banget. 

Karena yang berada di dalam stasiun ternyata itu pihak ketiga. Nah, yang dikelola sama PT KAI sendiri ada di luar stasiun, (tepatnya, di pintu selatan stasiun, dan jalan sedikit ke arah timur) namanya Shower and Locker. 

Ada beberapa pilihan paket penitipan barang yang bisa dipilih, tapi karena kami masih cukup amaaat lama menuju jam pulang, jadilah kami memilih paket yang 50.000 per 12 jam, meski nggak selama itu juga kami menitipkan barang. Satu loker besar muat untuk barang bawaan kami. 

Sambil menunggu jam pulang, kami menghabiskan waktu di Malioboro. Dari Stasiun Tugu menuju Malioboro ternyata sedekat ituuuu...

Kami yang dasarnya tukang nyusurin gang, memutuskan untuk melewati gang untuk menuju ke Malioboro...eh, ternyata gang-nya juga ramai dan estetik, lo. beberapa lokasi kami ambil gambar di sana. 



Sampai di Malioboro, ya, mau apalagi selain jalan-jalan, ya, kan. 

Eh, tu kaaan, sampai lupa. Siang itu, kami berlama-lama di Museum Sonobudoyo. Destinasi wisata yang harusnya kami kunjungi di hari kedua tapi gagal. 

Untuk masuk ke Museum Sonobudoyo, orang dewasa dikenai Rp10.000 per orang. Anak-anak/pelajar Rp5.000 per orang. Selepas dari museum, kami beristirahat sejenak di Teras Malioboro. Niatnya pengen makan yang beda, tapi di sini hampir semua makanan yang dijual serupa. Dari bakso, nasi goreng, dan sejenisnya. 

Aku juga sempat menyebrang jalan ke Pasar Beringharjo yang memang lokasinya tepat depan Teras Malioboro. Sebentar di sana, kami jalan menuju tempat bakpia. Berbekal Google Maps, kami menyusuri jalanan Malioboro dan berbelok ke arah kiri melewati Jalan Degan (Gudeg Mbok Djum) hingga sampai di Jalan Bhayangkara. 

Di jalan ini, kamu tinggal pilih, mau beli bakpia yang mana, mulai dari bakpia pathok 25, bakpia kukus Tugu Yogya yang kekinian, dan yang aku pilih bakpia Juwara Satoe. Lupa, sih, apa alasan aku beli di bakpia yang ini ...heuheuheu, tapi yang pasti rasanya enak dong yaaa...

Pilihan rasanya juga pasti sama beragamnya, seperti bakpia pathuk lainnya.

Beli oleh-oleh udah, jajan udah, hari sudah menjelang malam. Kami memutuskan untuk lebih mendekat di stasiun. Lama kami menghabiskan waktu di sana. Mencari makan malam (di sini aku ketemu Olive Fried Chicken, lokasinya juga nggak jauh dari stasiun Tugu), menikmati wedang ronde, sampai akhirnya jam yang menunjukkan pukul 10 malam. 

Kereta kami datang. Kereta yang membawa kami pulang ke Bandung meninggalkan kenangan di kota yang akan kami kunjungi lagi. SEGERA. ya, segera! karena satu alasan. Anak bujangku diterima kuliah di ISI Yogyakarta melalui jalur SNBP. Masya Allah. 

Yogya, kami akan segera kembali. 



















Lita Widi H
Hey! Welcome to My Blog

Related Posts

Post a Comment